Terdapat hal-hal yang tidak perlu diperkenalkan lagi - salah satu perusahaan yang sudah tertanam kuat dalam budaya negara-negara maju maupun negara-negara terbelakang adalah Toyota yang sudah terpercaya. Toyota yang didirikan di Jepang pada tahun 1937 telah berkembang menjadi salah satu produsen mobil terbesar di dunia dan terbesar berdasarkan angka penjualannya. Sebenarnya, dari segi kapitalisasi pasar Toyota hanya dilampaui oleh Tesla yang sedang trendi.
Produksi Toyota hampir mencapai jumlah 10 juta unit mobil per tahun dan dengan demikian perusahaan tersebut memantapkan dirinya sebagai pelopor dalam pasar otomotif selama beberapa dekade. Namun, zaman sekarang telah merana dengan kemunculan virus, kekurangan pasokan, kenaikan inflasi dan makroekonomi yang memburuk secara keseluruhan.
Pada tahun 2022, Toyota mengalami keburukan dengan turunnya nilai perusahaan sebesar 27% yang mungkin tampak suram tetapi sebenarnya cukup mengesankan. Untuk melihat ini dalam skala, kondisi makroekonomi yang suram dan ambigu memangkas hampir setengah dari nilai beberapa perusahaan raksasa otomotif pada tahun 2022. Tesla telah kehilangan 44% dalam harga sahamnya, nilai GM terhapus 47%, Volkswagen terkena 33%, dan daftarnya masih lebih panjang lagi.
Performa Tekini
Meskipun hasil kuartalan kurang tercapai, Toyota tetap kokoh menghadapi tantangan pada tahun ini yang disebabkan oleh gejolak makropolitik yang melahirkan tekanan inflasi yang hebat, melonjaknya harga energi dan berkurangnya pengeluaran para konsumen dan investor.
Pada tanggal 4 Agustus, Toyota merilis angka-angka kuartalan untuk kuartal fiskal pertama tahun 2023 yang sebagian besar negatif. Pendapatan penjualan sebesar 8,49 triliun yen ($58,2 miliar) yang dihasilkan dari penjualan rangkaian kendaraan listrik dan mobil tradisional andalannya adalah sangat besar. Pada basis tahun-ke-tahun, angka-angka tersebut mewakili pertumbuhan 555 miliar yen, setara dengan sedikit di bawah $4 miliar.
Namun, hampir semua metrik lainnya dianggap tidak memuaskan di mata investor dan pedagang. Laba Toyota turun 42% karena kendala pasokan yang tinggi, naiknya biaya, kemacetan produksi dan karantina wilayah yang disebabkan COVID di Shanghai.
Bulan demi bulan, Toyota memangkas target produksinya di tengah kekurangan semikonduktor global dan kebangkitan virus Corona di Cina. Chip semikonduktor merupakan pendorong integral efisiensi dan kinerja dalam kendaraan listrik - sebuah ranah yang tidak asing lagi bagi Toyota.
Bagaimana hal ini berpengaruh pada saham Toyota
Tampilan teknis
Saham Toyota yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE: TM) menunjukkan tren jangka pendek dan jangka panjang yang sangat negatif dan diperdagangkan di area yang lebih rendah dari kisaran tahunannya. Saham yang pada saat ini dihargai $138 sekarang diperdagangkan antara level support sebesar $130 dan dua level resistance - $140 untuk jangka pendek, dan sekitar $152 untuk jangka menengah.
Namun, saham Toyota yang cair mengungguli sebagian besar dari 34 saham di industri otomotif dan merupakan kinerja menengah di pasar saham secara keseluruhan. Namun, karena lintasannya terlihat negatif, lebih baik menunggu waktu yang lebih tepat untuk membeli sahamnya.
Masa Depan Toyota
Walaupun perusahaan raksasa otomotif Jepang ini terpukul keras tahun ini setelah lonjakan bertubi pada tahun 2021, Toyota tetap menjadi merek paling berharga ke-7 di Asia dan perusahaan terbesar ke-42 di dunia dan proyeksinya untuk masa depan sangat menjanjikan.
Toyota berharap untuk meningkatkan struktur laba dan pengembalian investornya dan dengan demikian membuktikan kepada dunia bahwa perusahaan tersebut tetap menjadi kekuatan yang ditakuti oleh para pesaing dan dipuja oleh para konsumen. Selama beberapa dekade, inovasi dan efisiensi Jepang telah menaklukkan pasar dan Toyota mungkin sekali lagi akan mencuri perhatian dalam beberapa bulan mendatang.